Bank Asi Dalam Pandangan Syariat Islam
oleh : Zahrul Bawady

Sesungguhnya Allah Swt telah memuliakan manusia dan membedakannya dari segala jenis hewan. Dan sungguh kenikmatan yang Allah berikan tidak terkira bagi manusia.

Diantara kenikmatan tersebut ialah nikmat gizi yang Allah berikan ketika kita masih kecil yaitu melalui menyusui dan karena sebab penyusuan itu berkaitan pula dengan hukum hukum agama. Bahkan orang yang menyusui kita di dalam Alquran disebut dengan kata kata ibu( Surat Annisa Ayat 23)

Karena menyusui merupakan hal yang esensial bagi manusia, maka sebagian orang berpikir cara agar semua orang dengan segala aktivitas dapat menyesui tanpa mengganggu kinerja kerjanya. Maka tercetuslah ide untuk mendirikan bank asi.

karena pentingnya masalah ini maka saya meencoba menulis permasalahan bank asi dalam tinjauan agama Islam dengan mengikuti panduan yang ditulis oleh Profesor. Dr. Muhammad Hilmi Sayid Isa; seorang ulama besar dalam bidang perbandingan Madzhab dan dosen Universitas Alazhar Cairo dengan judulnya “ Hukm Insya’ Bunuuk Allaban”
Pendahuluan
Gagasan untuk mendirikan bank asi telah berkembang di Eropa kira-kira w:st="on"lima puluh tahun yang lalu. Dan itu terjadi setelah adanya bank darah. Mereka melakukannya dengan mengumpulkan asi dari wanita dan membelinya kemudian asi tersebut dicampur di dalam satu tempat untuk menunggu orang yang membeli dari mereka.
Pemikiran ini sekarang mulai menggerogoti umat Islam bahkan sebagian masyarakat di negara-negara mayoritas Islam telah menggaungkannya karena ikut
ikutan ala eropa.
Hukum Jual Beli Asi
Asi manusia adalah bagian mengalir dari anggota tubuhnya, dan tidak diragukan lagi itu merupakan karunia Allah bagi manusia dimana dengan adanya asi tersebut seorang bayi dapat memperoleh gizi. Dan asi tersebut merupakan sesuatu hal yang urgen di dalam kehidupan mereka( baca: bayi). Karena pentingnya asi tersebut untuk pertumbuhan maka sebagian orang memenuhi kebutuhan tersebut dengan membeli asi pada orang lain. Jual beli asi manusia itu sendiri di dalam fiqih Islam merupakan cabang hukum yang berbeda pendapat para ulama di dalamnya. w:st="on"Ada dua pendapat ulama tentang hal tersebut.
Pertama, tidak boleh menjualnya. Ini merupakan pendapat ulama madzhab Hanafi kecuali Abu Yusuf( berkenaan dengan susu seorang budak), salah satu pendapat yang lemah pada madzhab Syafi’I dan juga kata sebagian ulama Hanbali.
Kedua, pendapat yang mengatakan dibolehkan jual beli asi manusia. Dan ini merupakan pendapat Abu Yusuf( pada susu seorang budak) , Maliki dan Syafi’I, Khirqi dari madzhab Hanbali, Ibnu Hamid, dikuatkan juga oleh Ibnu Qudamah dan juga madzhab Ibnu Hazm.
Sebab Timbulnya Khilaf
Menurut Ibn Rusyd, sebab timbulnya perselisihan pendapat ulama di dalam hal tersebut adalah pada boleh tidaknya menjual asi manusia yang telah diperah. Karena proses pengambilan asi tersebut melalui perahan. Imam Malik dan Imam Syafi’I membolehkannya sedangkan Abu Hanifah tidak membolehkannya. Alasan mereka yang membolehkannya adalah karena asi itu halal untuk diminum maka boleh menjualnya seperti susu sapi dan sejenisnya. Sedangkan Abu Hanifah memandang bahwa asi itu dihalalkan karena Dharurah bagi bayi dan dasar hukum dari asi itu sendiri adalah haram karena dia disamakan seperti daging manusia. Maka karena daging manusia tidak boleh memakannya maka tidak boleh menjualnya.
Dalil Pendapat Yang Membolehkan Jual Beli Susu Manusia
Mereka mengemukakan argument logika yang banyak di dalam masalah ini. Diantaranya, asi manusia bukanlah harta benda maka tidak boleh menjualnya. Dan dalil bahwasannya asi tersebut bukan harta benda adalah tidak dibolehkan bagi kita mengambil mamfaat (Intifa’) dengan asi tersebut. Asi tersebut dibolehkan karena dharurat saja kepada anak bayi karena mereka tidak bisa memperoleh gizi dengan cara lain. Dan apa yang tidak dibolehkan mengambil manfaat kecuali dharurah tidaklah dianggap bagian harta seperti babi dan narkotika. Selain itu asi tersebut juga tidak dijual di pasar karena tidak dianggap bagian dari harta.
Pendapat ini ditentang oleh pihak kedua. Mereka mengatakan: Bahwa asi itu suci dan bisa diambil manfaat sehingga boleh menjualnya seperti susu kambing. Adapun sebab tidak dijualnya asi tersebut di pasaran bukanlah landasan barang tersebut tidak boleh dijual karena ada juga barang yang tidak ada di pasaran dan boleh jual beli barang tersebut.
Kelompok pertama juga beralasan bahwa asi tersebut merupakan bagian dari manusia dan manusia beserta seluruh organnya adalah terhormat maka menjual jual beli asi tadi dapat menjatuhkan derajat kemuliaan manusia.
Kembali ditentang oleh pihak kedua. Ibnu Qudamah berkata bahwa seluruh tubuh manusia dapat dijual seperti bolehnya menjual budak. Sedangkan yang tidak boleh menjualnya adalah orang merdeka dan diharamkan pula menjual anggota tubuh yang sudah terpotong karena tidak bermamfaat.
Kasaai dari kelompok pertama menentang bantahan tersebut, beliau berkata bahwa manusia tidak halal kecuali budak dan budak tidak halal kecuali hidup sedangkan asi itu bukanlah sesuatu yang hidup maka tidak boleh dujual.
Pendapat kelompok pertama mengatakan bahwa susu manusia itu adalah restan(sisa) dari manusia maka tidak boleh menjualnya seperti air mata, keringat dan ingus.
Pendapat ini ditentang denagn mengatakan bahwa mengkiyaskan asi dengan keringat adalah tidak tepat karena keringat, ingus dan air mata tidak bermamfaat. Hal ini seperti keringat kambing yang tidak boleh kita menjualnya, sedangkan susunya tetap boleh.
Selanjutnya kelompok pertama mengatkan bahwa daging manusia tidak boleh untuk dimakan maka tidak boleh menjual asinya seperti susu keledai betina.
Pendapat ini ditolak oleh pihak kedua, mereka kembali mengatakan bahwa ini adalah qiyas yang tidak sesuai karena asi manusia suci sedangkan susu keledai najis
Kelompok pertama kembali beralasan bahwasannya dengan adanya proses menyusui tadi diharamkan bagi kita untuk menikahi saudara sesusuan dan ibu susu. Maka pada proses jual beli asi ini akan membuka peluang terjadinya perkawinan yang tidak dibenarkan secara syariat karena asi tadi dicampur sehinnga kita tidak mengetahui asi siapa saja yang diminum oleh bayi.
Dalil Pendapat Yang Kedua
Golongan kedua yang membolehkan menjual asi manusia berpegang kepada Alquran, Hadits dan logika.
Dalil Alquran yaitu firman Allah pada surat Albaqarah ayat 275 yaitu, “ Allah telah menghalalkan jual beli” Ayat tersebut menurut Ibnu Hazm mengisyaratkan bahwa seorang wanita memerah asinya dan mengumpulkannya di dalam suatu bejana kemudian diminumkan pada bayi dan ini adalah milik wanita yang diberikan kepada bayi dan sesuai landasan hukum, apa saja yang boleh kepemilikannya berpindah kepada orang lain maka boleh dilakukan jual beli.
Sedangkan di dalam hadits juga terdapat suatu dalil yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Abu Daud dari Ibn Abbas, beliau berkata, aku melihat Rasulullah duduk di suatu sudut maka beliau mengangkat pandangan ke langit kemudian tersenyum lalu bersabda, “ Allah Swt. Melaknat golongan yahudi karena tiga perkara. Sesungguhnya Allah mengharamkan kepada mereka lemak namun mereka menjualnya dan memakan hasil penjualannya, dan Allah jika mengharamkan suatu kaum untu memakan sesuatu maka Allah mengharamkan pula memakan harta yang diperoleh darinya.
Mawardi berkata bahwa apa yang tidak diharamkan memakannya maka tidak diharamkan memakan hasil penjualannya, oleh karena itu asi manusia boleh dimakan maka otomatis boleh dijual maka tidaklah haram hasil penjualannya.
Pendapat ini ditentang oleh kelompok pertama. Mereka mengatakan bahwa asi manusia juga dilarang meminumnya, tetapi karena dharurah dibolehkan.

Buktinya, jikaseorang bayi telah kuat dengan tidak meminum asi maka tidak boleh lagi ia meminumnya. Mengambil manfaat dari asi juga haram. Bahkan sebagian mereka melarang orang yang terkena penyakit kabur menggunakannya dan sebagian yang lain membolehkannya jika diketahui itu adalah obat. Dan asijuga tidak dianggap barang yang berharga,dia sama seperti bangkai, yang menjadi gizi hanya ketika darurat saja, dan bukanlah suatu harta yang diperbolehkan menjualnya.
Kemudian mereka juga mengatakan bahwa setiap yang suci itu belum tentu dapat dijual. Seperti air, ia tidak boleh dijual kecuali sudah kita olah dan jaga.
Golongan kedua mengatakan bahwa asi itu adalah gizi bagi manusia maka boleh dijual seperti beras.
Abu Yusuf mengatakan bahwa boleh menjual asi dari budak karena budak itu-pun sah untuk dilakukan akad jual beli maka asi yang merupakan bagiannya pun sah untuk dijual beli.
Madzhab Yang Dipilih
Setelah kita melihat kedua madzhab di atas kita menyadari bahwa dalil yang dilontarkan oleh kedua golongan tersebut tidak pernah berjalan mulus. Selalu saja ada bantahan bantahan. Tetapi kita dapat menangkap pendapat mana yang dalilnya lebih kuat. Penulis sendiri cenderung kepada pendapat yang mengatakan bahwa tidak boleh menjual asi manusia(pendapat pertama) karena asi itu adalah bagian dari manusia dan manusia beserta anggota tubuhnya adalah mulia dan tidak boleh ada jual beli padanya. Selain itu menjual asi manusia juga dapat membawa kepada kemudaratan, yaitu susahnya mengatur perkawinan karena sangat banyak saudara sesusuan yang diharamkan menikahi mereka. Ibu susu tidak mengetahui siapa saja yang meminum susunya dan sebaliknya sang bayi juga tidak tahu susu siapa saja yang telah ia minum karena di dalam operasional bank asi itu sendiri tidak dapat ditentukan antara penjual dan pembeli asi maka tersebarlah pernikahan pernikahan yang tidak sesuai dengan syariat padahal Allah sendiri tidak menyukai adanya kerusakan dan penyelewengan dan menutup pintu kemunkaran itu lebih diutamakan daripada mengerjakan suatu kebaikan. Wallahu a’lam.
Hukum Mendirikan Bank Asi
Setelah kita memperhatikan pembahasan yang lalu, dimana kita menganggap bahwa pendapat yang lebih kuat yaitu pendapat yang tidak membolehkan menjual asi manusia. Maka dengan sendirinya kita dapat mengatakan bahwa mendirikan bank yang mengumpulkan asi wanita ke dalam satu wadah yang dicampur antara satu dengan lainnya adalah haram. Ini dikarenakan asi tersebut berasal dari anggota tubuh manusia dan manusia beserta seluruh tubuhnya dimuliakan maka tidak boleh menjadikan bagian tubuhnya itu sebagai barang jual beli.
Selain itu kita juga melihat efek yang buruk dari pendirian bank asi ini, karena akan membawa bahaya kepada kita semua, mulai dari bahaya fisik atau rusaknya hubungan darah antara manusia yang dikarenakan bank susu tersebut tidak bisa mengontrol sejauh mana pembelian dan penjualan susu tersebut.
Karlany berkata bahwa di dalam pembolehan menjual susu manusia itu ada kemunkaran karena bisa menimbulkan rusaknya pernikahan yang disebabkan kawinnya orang sesusuan dan hal tersebut tidak dapat diketahui jika antara lelaki dan wanita meminum asi yang dijual bank asi tersebut. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa menjual asi tersebut membawa manfaat bagi manusia yaitu tercukupinya gizi bagi bayi karena kita melihat bahwa banyak bayi yang tidak memperoleh asi yang cukup baik karena kesibukan sang ibu ataupun karena penyakit yang diderita ibu tersebut. Tetapi pendapat tersebut dapat ditolak karena kemudaratan yang ditimbulkan lebih besar dari manfaatnya yaitu terjadinya percampuran nasab. Padahal Islam menganjurkan kepada manusia untuk selalu menjaga nasabnya. Kaidah ushul juga menyebutkan bahwa jika berseberangan antara kemudaratan dan kemashlahatan maka diutamakan menolak kemudaratan.

Seorang manusia dibenarkan untuk mengerjakan ibadah yang memberatkan sesuai dengan apa yang mudah bagi dia, namun syariat Islam tidak pernah membenarkan seseorang mendahulukan kemunkaran apalagi yang merupakan dosa besar.
Ibnu Sayuti di dalam kitab Asybah Wa Nadhaair menyebutkan bahwa di dalam kaidah disebutkan bahwa diantara prinsip dasar Islam adalah “dharaarun la yazaal bidh dharaari” kemudaratan itu tidak dapat tertolak dengan kemudaratan pula bahkan akan menambah masalah. Kaitannya dengan pembahasan kita yaitu, ketiadaan asi bagi seorang bayi adalah suatu kemudaratan, maka memberi asi bayi dengan asi yang dijual di bank asi adalah kemudaratan pula. Maka apa yang tersisa dari bertemunya kemudaratan kecuali kemudaratan. Karena Fiqih bukanlah pelajaran fisika dimana bila bertemu dua kutub yang sama akan menghasilkan hasil yang berbeda. Maka penulis sependapat dengan perkataan Ibn Kataany yang mengatakan bahwa hendaknya kita melihat mana yang lebih besar manfaatnya daripada kerusakannya.
Sebagian Ulama Kontemporer Membolehkan Bank Asi.
Kami akui bahwasannya sebagian ulama kontemporer membolehkan bank asi ini. Mereka beralasan:
- Bahwa kata kata ridha’( menyusui) di dalam bahasa Arab bermakna menghisap puting payudara dan meminum asinya. Maka oleh karena itu meminum asi bukan melalui menghisap payudara bukanlah disebut menyusui maka efek dari penyusuan model ini tidak membawa pengaruh apa apa di dalam hukum nasab nantinya.
- Yaitu alasan yang dikemukakan oleh beberapa madzhab dimana mereka memberi ketentuan berapa kali penyusuan terhadap seseorang sehingga antara bayi dan ibu susu memilki ikatan yang diharamkan nikah, mereka mengatakan bahwa jika si bayi hanya menyususi kurang dari w:st="on"lima kali susuan maka tidaklah membawa pengaruh di dalam hubungan darah.
Kedua pendapat diatas dapat dijawab
- Bahwa makna ridhaa’ lebih luas dari apa yang telah disebutkan tadi, makna menyusui adalah meminum air asi bagaimanapun caranya. Kasaany berkata, bahwa kata kata ridhaa’ tidak terbatas pada menyusui melalui payudara saja, bahkan orang arab berkata, “ yatiimun radhii’un” seorang anak yatim meminum susu. Walaupun yang diminum itu adalah susu sapi atau kambing.
Alawis di dalam badaai’i shanaai’i mengatakan bahwa seorang perempuan dikatakan menyusui jika ia memiliki anak susuan. Menyusui menurut bahasa ialah menghisap payudara. Sedangkan menurut syariat ialah seorang bayi menyampaikan asi dari payudara wanita kemulutnya atau kehidungnya(melalui selang). Jadi yang dikehendaki oleh syariat ialah bukan pada cara meminumnya tetapi hasil dari minuman tersebut.
- Hukum syariat ditetapkan oleh syariat, bukan melalui makna bahasa. Maka tidak ada bedanya antara cara bayi meminum susu tersebut, yang perlu diketahui adlah susu tersebut akan masuk ke wadah penyimpanan makanan pada tubuh bayi dan akan menjadi gizi bagi bayi tersebut dan kemudian akan menghasilkan pertumbuhan pada bayi.
Maka dari keterangan diatas kita mempertanyakan kembali hukumnya menyusui dengan cara seperti dituangkan obat kedalam hidung atau ke dalam mulut baik melalui infuse atau lainnya. Ulama ada dua pandangan di dalama hal ini.
1. Hukum ini dikembalikian, apakah haramnya menyusui itu hanya dengan menghisap payudara saja? Maka ada dua pendapat ulama:
a. Tetap akan mengharamkan pernikahan dengan ibu susu atau saudara sesusuan. Dan ini adalah pendapat jumhur ulama seperti Hanafi, pendapat kuat di dalam madzhab Maliki, Syafi’I dan pendapat yang kuat pada Hanbali serta sependapat juga imam Tsaury
b. Penyusuan model ini tidak mengharamkan pernikahan, dan ini pendapat sebagian penganut madzhab maliki dan juga salah satu pendapat lemah pada madzhab Hanbali dan juga madzhab Dhahiri
Ibn Rusyd berkata bahwa pangkal permasalahnnya adalah pada keadaan asi jika disalurkan melalui model infuse atau suntik apakah ia akan sampai ke kerongkongan bayi atau tidak.
Dalil Kedua Pendapat Diatas
Dalil pendapat pertama:
Pemegang pendapat pertama berdalil dengan sunnah dan logika
- Dalil sunnah: Riwayat Abu daud dan daar Kuthny dari Ibnu Mas’ud bahwasannya Rasulullah Saw. Bersabda," tidak disebut menyusui kecuali apa yang dapat menumbuhkan tulang dan daging dikarenakan penyusuan tersebut”.
Hadits diatas menunjukkan kepada kita bahwa penyusuan yang dapat mengharamkan pernikahan adalah apa yang denagn susuan tersebut dapat menumbuhkan daging atau tulang. Jadi pada masalah infuse atau sunti tadi tentu hal ini terjadi. Namun hadit diatas menurut para ulama adalah hadits yang lemah karena ada perawinya yang tidak dikenal.
Pada riwayat lain, diriwayatkan oleh bukhari dan Muslim dan lainnya dari Aisyah bahwa nabi masuk ke rumah Aisyah dan disitu ada lelaki lain sedang berada di dekat Aisyah, maka berobahlah rona wajah rasul karean tidak senang melihat kejadian tersebut. Lalu Aisyah berkata bahwa dia( baca: lelaki tersebut) adalah saudaraku. Maka rasul bersabda,” lihatlah apa hubungan persaudaraan kalian karena penyusuan itu dibolehkan karena kelaparan
Dari hadits di atas sangat jelas bahwa menyusui yang dapat mengharamkan pernikahan adalah susuan yang dapat menghasilkan pertumbuhan dengan cara apapun dia.
- Adapun dali secara logika yaitu walaupun menggunakan metode penyuntikan dan infus, asi tersebut akan tetap berefek seperti jika menghisap langsung maka keadaan seperti itu adalah haram.
Dalil Pendapat Kedua
Kelompok pendapat kedua yang menagtakan bahwa metode melalui penyuntikan atau infuse tidak menyebabkan haramnya pernikahan adalah dalil Quran, sunnah, Atsar dan logika.
- Dalil quran( w:st="on"surat Annisa ayat 23) ibn Hazm berkata mengenai ayat tersebut, bahwa Allah Swt dan rasul tidak mengharamkan pernikaha kecuali karean adanya penyusuan dan penyusan itu hanya terjadi bila bayi menghisap langsung dari payudara perempuan.
Pendapat Ibn Hazm dapat dibantah, bahwa yang dikehendaki oelh syariat bukanlah cara meminumnya namun hasilnya maka proses demikian tetap akan mengharamkan pernikahan.
- Dalil dari Atsar adalah apa yang diriwayatkan oleh Abdur Razak dari Ibnu Juraij berkata: “Atha ditanyai tentang jika asi disuntikkan atau melalui infuse apakah diharamkan menikahiny? Atha menjawab,” aku tidak pernah mendengar itu diharamkan.
- Dalil logikanya ialah asi yang disuntikkan itu seumpama asi yang masuk melalui luka maka tidak diharamkan pernikahan karenanya.
Pendapat ini dapat kita bantah, jika asi yang masuk melalui infuse atau suntik itu bisa menjadi gizi bagi bayi dan dapat menjadi pembantu pertumbuhannya, namun jika melalui luka masuknya itu tidak dapat terjadi. Maka menyamakan asi masuk melalui luka dan melalui suntik tadi adalah qiyas yang tidak tepat.
Pendapat yang kuat
Setelah kita melihat dalil yang diajukan kedua madzhab di atas maka kita bisa menimbang pendapat mana yang lebih kuat argumentnya, maka menurut kami pendapat yang pertama yang mengatakan bahwa pemberian asi melalui infuse itu dapat mengharamkan perkawinan dan itu adlah madzhab jumhur. Karena menyusui itu sendiri tidak di teliti melalui bahasa namun melalui syariat dan syariat menjelaskan bahwa yang menjadi sebab asi itu haram bukan pada cara menyusuinya namun pada hasil dari menyusui tersebut yaitu pertumbuhan pada bayi. Adapun hukum melalui alat yang disambungkan melalui infuse yang disambungkan ke mulut sama saja dengan apa yang disambungkanke hidung dan hukumnya juga sebagimana telah kami sebutkan diatas
Sedangkan bagi mereka yang berpendapat bahwa susuan itu dilihat kadarnya maka ini terbantahkan karena sangatlah sulit untuk meneliti hal tersebut.karena di dalam konteks bank asi ini asi telah bercampur dan kita tidak mengetahui berapa persentase asi seseorang di dalm asi yang dibeli tersebut.maka tidak ada pembatasan susuan pada masalah ini.
Kemudaratan Yang Disebabkan Pendirian Bank Asi
Pendirian bank asi sebagaimana penulis sebutkan akan membawa akibat yang tidak baik dan berbahaya bagi kita dan juga umat Islam. Di bawah ini penulis akan menyebut beberapa kemudaratan yang sangat menonjol dari proses bank asi
1. Pendirian bank asi merupakan pintu dosa, baik itu kepada penjual atau pembeli.
2. Bank asi mengumpulkan asi dari berbagai jenis golongan sehingga sangat mungkin berakibat fatal terhadap bayi yang meminum asi tersebut, karena pertumbuhan bayi juga ditentukan oleh kualitas asi yang dikonsumsi maka rasulullah Saw menganjurkan agar manusia tidak menyusui pada orang yang lemah pemikirannya(idiot) karena akan membawa pengaruh pada dirinya.
Selain itu bank asi juga mencampur antara asi dari orang Islam ataupun kafir, dari orang yang baik atau buruk akhlaknya sehingga mengakibatkan terjadinya pewarisan mental yang tidak baik pada bayi.
Di dalam masalah ini Ibnu Qudamah di dalam kitab Mughni halaman 346 jilid 11 menyebutkan, Abu Abdullah memakruhkan seorang bayi menyusui asi wanita musyrik atau wanita yang bermaksiat. Umar Ibn Khattab dan Umar Bin Abdul Aziz berkata bahwa penyusuan itu akan membawa pengaruh, maka janganlah menyusui dari orang yahudi, nasrani dan penzina dan juga tidak dari golongan dzimmy karena asi dari pelaku maksiat dapat saja mendorong bayi tersebut untuk melakukan maksiat di kemudian hari. dan menyusui dari orang musyrik bisa saja membawa kita cenderung kepada agamanya.
3. Timbulnya penyakit. Merupakan hal yang sangat masuk akal jika wanita yang diambil asinya oleh bank asi merupakan wanita yang tidak sehat dan mengidap penyakit tertentu bahkan bisa saja penyakit yang kronis. Hal ini akan mengakibatkan bayi yang meminum asinya akan tertular juga penyakit tersebut. Bahkan kadang kala penyakit tersebut tidak dapat diobati dengan kecanggihan ilmu kedokteran sekarang. Seperti penyakit HIV-AIDS misalnya dan pakar kedokteran juga telah mengingatkan bahwa penyakit ini bisa menular melalui konsumsi asi yang tidak baik atau terlebih dahulu tertular.
4. Bercampurnya keturunan yang menagkibatkan rusaknya perkawinan dan lahirnya generasi yang lemah melalui perkawinan tersebut. Karena ditakutkan nanti seorang lelaki akan mengawini wanita yang merupakan saudara sesusuannya namun mereka tidak menyadarinya karena bank susu ini.
5. Menguji kemulian perempuan. Otoritas gender yang saat ini kita dengar sangat keras bergaung akan semakin terhina jika proses bank asi ini berjalan. Betapa tidak, di dalam proses pembelian asi oleh bank asi, pekerja akan memerah asi dari wanita seperti mereka memerah susu binatang. Apakah ini suatu kehormatan???
6. Menjual aurat tanpa dharurat. Tidak diragukan lagi bahwa di dalam proses pembelian asi para pekerja akan melihat aurat perempuan yang menjual asinya dan pekerja ini biasanya lelaki. Apakah ini tidak memalukan? Bagaimana bisa perempuan tidak bisa menjaga mahkotanya?
7. Menyia-nyiakan karunia asi yang telah diberikan oleh Allah
8.      Mengambil asi melalui alat alat tertentu adalah membahayakan bagi seorang wanita dan ini dapat menghilangkan hormon asi tersebut sehingga asi itu nantinya tidak bisa dimamfaatkan lagi. Wallahu a’lam
Demikianlah risalah singkat ini penulis paparkan, moga dicatat sebagi amal bagi penulis dan dapat bermamfaat bagi kita semua baik di dunia dan di akhirat. Hanya kepada Allah penulis memohon petunjuk dan ampunannya atas kesalahan yang mungkin saja penulis lakukan di dalm menyelesaikan risalah ini. Kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan agar tercipta ukhwah dan saling nasehat menasehati diantara kita.
http://mybloglenterahati.blogspot.com 

1 Comments

Post a Comment