Tugas Literatur Review
Teori Manajemen Privasi Komunikasi
dalam penggunaan media sosial
DISUSUN
OLEH :
Nama : Syafrawadi
NIM : 210501070033
Kelas : KM 204
Prodi : pjj. Komunikasi
Mata Kuliah : Komunikasi Antar pribadi dan Budaya Siber
Dosen : Ayu Lestari, S.Hum., M.I.Kom
Semester 2
Tahun Akademik 2021 / 2022
YAYASAN MEMAJUKAN ILMU DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS SIBER ASIA
Kampus Menara, Jl. RM.
Harsono, Ragunan - Jakarta Selatan.Daerah
Khusus Ibukota Jakarta 12550
Telp. (+6221) 27806189. asiacyberuni@acu.ac.id. www.unsia.ac.id
Kata Pengantar
Puji dan syukur
kehadirat Allah SWT atas kesehatan jasmani dan rohani yang dilimpahkan-Nya
kepada saya sehingga dapat menyelesaikan makalah literatur review jurnal
tentang Manajemen Privasi Komunikasi ini.
Pada kesempatan ini
saya akan menguraikan dalam tugas Mata Kuliah Komunikasi
Antar Pribadi
dan
Budaya Siber. Akan dibahas yaitu
hubungan Teori manajemen privasi komunikasi dalam penggunaan media sosial di era
digital.
Di era keterbukaan informasi dan komunikasi sekarang ini maka pembahasan
tentang manajemen privasi dalam berkomunikasi digital sangatlah diperlukan.
Uraian makalah ini mudah – mudahan bisa menjelaskan topik pembahasan tersebut.
Terima kasih kepada
Ibu Ayu Lestari, S. Hum,. M. I.Kom sebagai dosen Mata Kuliah ini. Karena tanpa
bimbingan Ibu maka saya tidak akan bisa dengan sempurna memaparkan makalah ini.
Karena itu saran dan kritikan atau masukan dari Ibu Dosen sangat saya harapkan
untuk lebih sempurna dan perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Kuantan Singingi Riau, Mei 2022
Penulis
BAB I
pendahuluan
A.
Latar belakang
Dikemukakan oleh Charles Berger asumsi utama
teori ini adalah ketika orang yang tidak saling mengenal
bertemu, perhatian utama adalah salah satu dari kemungkinan mengurangi
ketidakpastian, atau meningkatkan ketidakpastian
tentang perilaku mereka dan orang lain dalam interaksi. Teori ini diaplikasikan pada kondisi komunikasi pada
hari ini. Pengaplikasian dimaksud adalah Teori Komunikasi yang serba digital yang
penjabarannya sangat relevan pada era perubahan sekarang ini.
Hal ini di antaranya dapat digunakan untuk mengamati
atau meneliti misalnya secara umum hubungan penerima pesan dan penyampai pesan. Terlebih
khusus juga hubungan dua orang atau lebih berinteraksi dalam aplikasi chating
facebook, instagram, whatsapp dan sebagainya.
B.
Landasan Teoritis
Hubungan Komunikasi Antarpribadi Oleh karena prediksi dibuat berdasarkan data-data psikologis,
masing-masing peserta komunikasi mencoba
mengerti bagaimana pihak lainnya bertindak
sebagai individu. Pilihan pribadi dapat secara bebas dilaksanakan dalam
pengembangan hubungan. Contoh: hubungan sahabat.
C.
Metode Penelitian
Pada interaksi pertama kali, jarang sekali interaksi awal bersifat antarpribadi. Biasanya akan melakukan analisis atau prediksi berdasarkan data kultural dan sosiologis, bukan langsung menuju komunikasi psikologis. Seiring waktu barulah komunikasi itu akan
berlanjut pada sesuatu yang lebih mendalam atau privasi.
Berkaitan dengan itu dalam penulisan ini akan
dibahas hubungan atau keterkaitan komunikasi pribadi pengguna media sosial pada
remaja dengan maraknya penggunaan media sosial sekarang ini yang dihubungakan dengan
teori manajemen komunikasi.
Bab II
Pembahasan
1.1. Teori manajemen privasi komunikasi
Teori manajemen privasi komunikasi ini dikembangkan oleh Sandra Petronio yang didesain
untuk menjelaskan isu-isu “keseharian”. Manusia membuat
pilihan dan peraturan mengenai apa yang harus dikatakan
dan apa yang harus disimpan dari orang lain. Menekankan
pada istilah pembukaan (disclosure) dan pembukaan
pribadi (private disclosure) daripada menggunakan
istilah pembukaan diri (self disclosure).
Informasi privat menurut Petronio adalah keintiman
(keakraban) perasaan atau keadaan mengetahui seseorang secara mendalamcara-cara fisik,
psikologi, emosional dan perilaku. Sedangkan pembukaan pribadi
(private disclosure) lebih tertarik dengan proses bercerita dan
merefleksikan isi dari informasi privat mengenai orang lain dan
kita.
Dua hal ini menjadi hal berkaitan dengan
pembahasan tema pada makalah ini. Terutama dikaitkan dengan pengguna media
sosial pada saat ini.
1.2. Hubungan para remaja pada media online
Dikemukakan oleh charles berger. Asumsi utama teori ini
adalah ketika orang yang tidak saling mengenal bertemu, perhatian utama adalah
salah satu dari kemungkinan mengurangi ketidakpastian, atau meningkatkan ketidakpastian
tentang perilaku mereka dan orang lain dalam interaksi. Teori ini diaplikasikan pada kondisi komunikasi pada
hari ini.
Seiring dengan pandemi Covid 19 percepatan
perubahan semakin cepat terasa, pengguna internet semakin meningkat drastis.
Termasuk di dalamnya media sosial dengan kecanggihan fitur – fitur pada
aplikasinya. Tidak sekedar mengirim foto tetapi sudah bisa interaksi langsung
dengan video serta suara yang berkualitas atau jernih seakan akan lawan bicara
ada dihadapan kita. Hal seperti ini lah yang semakin meningkatnya penggunaan
media sosial. Pengguna semakin mudah berinteraksi satu sama lain. Antara
beberapa saudara yang berjauhan maka dengan mudah terhubung. Antara pembeli dan
penjual, antara mahasiswa dalam berkomunikasi. Bahkan ada yang menjadikan media
sosial ini untuk mencari jodoh.
1.3. Pelecehan seksual pada media sosial
Menurut Nannette Jacobus, Branding Strategist,
Relawan Kemanusiaan dan Content Creator dalam Webinar Literasi Digital wilayah
Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Senin 20 September 2021, kadang
kala pelaku maupun korban tak menyadari bahwa dirinya telah berbuat atau
melakukan ataupun terkena pelecehan seksual di ruang digital.
“Jenis pelecehan
seksual yang paling umum dan sering
terjadi adalah pelecehan gender, perilaku menggoda, penyuapan seksual,
pemaksaan pelanggaran seksual. Sementara jenis-jenis pelecehan
seksual di sosmed yang paling sering
yaitu sex texting atau sexting, penyuapan seksual, body shaming dan scammer,”
ujar Nannette Jacobus dalam webinar yang dipandu oleh Kika Ferdind ini.
Lebih rincinya, Nannette mengatakan, untuk sex texting termasuk
juga komentar-komentar yang mengarah ke arah seksual dan ini sering tidak
disadari oleh orang-orang dan kadang dianggap bercanda saja. Padahal selayaknya
kita harus ingat bahwa sosial media itu sangat luas dengan orang-orang yang
berasal dari latar belakang berbeda. Pelecehan
seksual lainnya adalah menghina dengan gambar atau tulisan yang merendahkan
wanita lelucon cabul atau humor tentang seks atau wanita pada umumnya.
Bentuk pelecehan seksual terhadap perempuan yang paling sering
ditemui di media sosial. Hasil dari kuesioner menunjukan angka sebesar 60% bentuk pelecehan
seksual terhadap perempuan di media sosial berupa komentar. Sebesar 23,6%
pelecehan seksual berbentuk video, 6% berbentuk foto, dengan presentase terkecil 1,3%
pelecehan seksual berbentuk pesan pribadi dan sebesar 9,1% pelecehan seksual
dengan bentuk lainnya. (Tulisan Ayu sari Chandraningtyas, Mhs Fak. Huum 2020)
1.4. Penerapan manajemen privasi komunikasi
Ditinjau dari manajemen privasi komunikasi
tentang hubungan remaja khususnya pada hari ini. Maka secara umum penggunaan
media sosial oleh mereka tidak lagi mengindahkan atau memperhatikan manajemen
privasi komunikasi. Terjadinya pelecehan seksual antara pengguna media sosial.
Apakah perbuatan tersebut dilakukan oleh yang berlawanan jenis atau mereka yang
sesama jenis. Banyak kita dengar dan lihat di media. Informasi pelecehan
seksual pada anak dibawah umur, dilakukan oleh orang dewasa berawal dari media
sosial. Mulai dari anak remaja menguplod fhoto diri yang biasa-biasa saja. Lalu
seiring berjalan waktu karena seringnya berinteraksi sudah terjadi keakraban,
padahal mereka mungkin berjauhan, berlanjut dengan panggilan video misalnya,
lalu disanalah mulai terjadi pelecehan dimaksud, berkomunikasi sambil
menampakkan hal-hal yang tabu dilihat. Lalu inilah komunikasi yang terus
berlanjut hingga berjanji bertemu di suatu tempat. Maka kita tidak akan
mengetahui nasib mereka itu akan seperti apa ketika sudah ada pada suatu tempat
yang hanya mereka sendiri ada disana.
Jika dikaitkan dengan materi pada materi
kuliah Teori Komunikasi Digital sangat erat dengan Mata Kuliah Komunikasi Antar
Pribadi dan Siber. Hubungan antarpribadi yang sehat ditandai oleh keseimbangan
pengungkapan diri (self disclosure) yang tepat yaitu saling memberikan
data biografis, gagasan-gagasan pribadi yang tepat dan perasaan yang tidak
diketahui bagi orang lain, dan umpan balik berupa verbal dan respons fisik
kepada orang dan/atau pesan-pesan mereka di dalam suatu hubungan.
Padahal kita mengetahui bahwa fungsi komunikasi
antarpribadi adalah membentuk identitas diri, memahami
diri dan orang lain, mengembangkan hubungan interpersonal, menyesuaikan diri, memperoleh
informasi, mengurangi ketidakpastian, mempengaruhi orang lain, manajemen konflik,
meningkatkan keterampilan komunikasi efektif, identifikasi kejujuran verbal dan non verbal
Sedangkan hubungan
antarpribadi yang sehat ditandai oleh keseimbangan
pengungkapan diri (self disclosure) yang tepat yaitu
saling memberikan data biografis, gagasan-gagasan pribadi yang
tepat dan perasaan yang tidak diketahui bagi orang lain, dan
umpan balik berupa verbal dan respons fisik kepada orang
dan atau
pesan-pesan mereka di dalam suatu hubungan.
Umpan balik di sini bisa saja para pengguna
media sosial khususnya para remaja. Dari interaksi di media sosial ini maka
mereka akan mendapatkan respon yang positif dan manfaat yang positif. Bisa dari
media ini mereka akan mendapatkan informasi dari siapa saja di seluruh dunia
ini tanpa batas. Mereka bisa membuat group – group diskusi pendidikan. Saling
mengisi kekurangan satu sama lain sesama pelajar dalam berbagai bidang
keilmuan. Dengan tetap menjaga privasi anggota group di media yang digunakan.
Jika masing – masing menerapkan manajemen
privasi komunikasi dengan baik. Maka tidak akan terjadi hal-hal yang merugikan
dalam bermedia sosial. Pelecehan seksual terhadap remaja, penculikan anak,
bahkan sadis terjadi perampokan dan pembunuhan. Termasuk juga pelecehan
terhadap keyakinan dan agama tertentu, tokoh – tokoh agama dan sebagainya bisa
dihindarkan.
1.5. Ruang pribadi dan publik dalam manejemen privasi
Setiap orang secara sadar atau tidak pasti mempunyai ruang pribadi personal
(Space imajiner). Ketika ruang
pribadi personal dilanggar maka akan membuatnya tidak nyaman. Kita selalu membawa ruang pribadi ini ke manapun
kita pergi, juga ketika kita naik lift atau naik bus kota yang penuh
sesak. Begitu masuk lift sebagai konpensasi atas terlanggarnya ruang pribadi
kebanyakan orang menjadi terdiam kaku berusaha untuk tidak menyentuh orang lain,
menghindari tatapan orang lain, melihat langit-langit atau petunjuk di atas pintu
lift. Mereka baru kembali ke keadaan normal lagi begitu mereka keluar
dari lift.
Sebagai contoh untuk lebih seksama bahwa setiap orang mempunyai ruang
pribadi ini. Bila kita seorang laki-laki, hampirilah wanita yang tidak kita kenal
yang biasanya ruang pribadinya lebih besar daripada ruang pribadi orang yang
anda kenal sedekat mungkin. Misalnya,
kita duduk tiba-tiba di sampingnya di perpustakaan, padahal ruang yang ada
cukup lapang. Maka ia pasti akan
memberikan reaksi seperti bergeser ke samping atau meletakkan buku atau tas
sebagai pembatas antara dia dan kita. Bila ia pindah ke tempat lain ikuti dia
dan duduklah di dekatnya seperti tadi. Kali ini mungkin ia akan menggerutu,
cemberut atau memelototi anda. Jika ia
menjauh lagi dekati lagi ini mungkin beliau akan membentak kita untuk tidak
mengganggunya atau ia akan kabur meninggalkan kita. Berbeda jika hal yang sama
demikian kita lakukan terhadap seorang pria, dan itu bisa berisiko kita akan
dianggap homoseksual.
Jadi ruang pribadi itu identik dengan wilayah tubuh (body Territory)
satu dari empat kategori wilayah yang digunakan manusia berdasarkan berdasarkan
perspektif Lyman dan Scoot dan ketiga wilayah lainnya adalah wilayah publik (public
territory) yakni tempat yang secara secara bebas dimasuki dan ditinggalkan
orang dengan sedikit pengecualian (hanya boleh dimasuki oleh kalangan tertentu
atau cara tertentu); wilayah rumah (home territory) yakni wilayah publik
yang bebas dimasuki dan digunakan orang yang memilikinya, misalnya kolam renang
khusus perempuan, dan tempat klub privat lainnya; dan wilayah interaksional (interactional
territory,) yakni tempat pertemuan yang memungkinkan semua orang
berkomunikasi secara informal seperti tempat pesta, pertokoan, dan sejenisnya.
Dalam interaksi sehari-hari di dalam dan di luar rumah kita mengklaim
wilayah pribadi kita keluarga menetapkan siapa menempati kamar yang mana. Kamar
tidur lazimnya adalah wilayah pribadi sementara yang lainnya yang kurang
pribadi berturut-turut adalah ruang tengah keluarga ruang tamu, teras halaman
dan jalan. Bahkan pada saat makan pun tidak jarang anggota keluarga khususnya
Ayah menempati kursi tertentu, biasanya di kepala meja. Kebingungan bisa terjadi
bisa terjadi ketika ada kerabat atau tamu yang tiba-tiba duduk di kursi kepala
keluarga.
Hal ini jika dikaitkan dengan manajemen privasi pada penggunaan media
sosial. Ini bisa menjadi sebagai pengatur atau filter dalam berinteraksi dalam
media sosial. Seperti bagaimana beriteraksi dengan orang lain dalam dunia nyata
seperti itulah dalam dunia maya khususnya media sosial. Ada aturan atau apa
yang disebut dengan wilayah tubuh (body Territory) seperti kita ada di
dalam bus kota, maka kita tidak bisa mengganggu prvasi orang lain dengan cara
kita menjaga jarak. Dalam media sosial ini seharusnya kita terapkan mungkin
dengan sebuah permintaan pertemanan dari orang yang lain yang belum kita kenal
sama sekali, misalnya kita batasi terlebih dahulu akses informasi atau status
yang kita buat di media dengan tidak diberikan ke semua orang atau publik.
Semua itu bisa kita lakukan. Apalagi pertemanan dari orang yang kita tidak
mengenal dari wajahnya, fhoto profilnya misalnya, maka kita tidak bisa langsung
membuka diri, akan tetapi di pelajari dulu atau di tinjau dulu apa motif dari
pertemanan orang tersebut dengan kita.
Adalagi wilayah lainnya adalah wilayah publik (public territory)
yakni tempat yang secara secara bebas dimasuki dan ditinggalkan orang dengan
sedikit pengecualian (hanya boleh dimasuki oleh kalangan tertentu atau cara
tertentu). Dalam media sosial ini bisa seperti group yang kita ikut bergabung
di dalamnya. Apakah itu group jual beli, pemndidikan dan sebagainya. Itu ada
aturan-aturan yang harus di patuhi oleh seluruh anggota group. Karena pada
prinsipnya semua anggota bebas dalam grup tersebut. Namun kadang ada sebagian
anggota yang memanfaatkan untuk hal yang lain, maka itu dibuatlah aturan oleh
admin group tersebut. Ini termasuk dalam manajemen privasi yang dimaksud.
Berkaitan dengan ungkapan Nannette Jacobus, Branding Strategist, Relawan
Kemanusiaan dan Content Creator pada acara Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Lombok
Timur, Nusa Tenggara Barat, Senin 20 September 2021, tentang pelaku maupun korban tak menyadari bahwa dirinya
telah berbuat atau melakukan ataupun terkena pelecehan seksual di ruang digital.
Kalau ditinjau dari manajemen
privasi komunikasi. Korban atau pelaku sebenarnya di awal sadar bahwa sesuatu
itu melanggar privasi komunikasi. Tetapi karena kedua nya saling berinteraksi
dan bahkan bisa juga terjadi karena kedua nya menyukainya. Dan itu baru
disadari ketika sudah terjadi hal yang tidak baik kepada salah satunya. Kita
misalkan, dua remaja yang sdang memadu kasih. Lalu keduanya berawal dari saling
kirim pesan lewat facebook. Seiring waktu mereka saling akrab. Lalu kirim fhoto
masing-masing, dan ternyata berlanjut ke video call. Nah jika keduanya sudah
menyenangi interaksi itu, maka hal yang lebih jauh bisa saja terjadi jika
mereka tidak lagi mengedepankan privasi masing-masing. Bisa saja terjadi hingga
pelecehan seksual dimaksud oleh Nannette Jacobus tersebut.
KESIMPULAN
Lajunya perkembangan teknologi hari ini.
Sangat dibutuhkan kearifan dan kontrol diri dalam ber media sosial. Secara umum
disebut dengan literasi media harus kita miliki. Sebagai orangtua terhadap anak
yang masih memerlukan bimbingan maka seharusnya memahami tentang privasi
komunikasi ini. Setiap pengguna media soail harus memiliki Kontrol dalam
berkomunikasi.
Karena tak ubahnya komunikasi tatap muka
langsung juga memiliki batasan terhadapo siapa yang mendengar informasi. Begitu
juga media sosial, jika kita memiliki informasi privat mengenai diri kita sendiri.
Sebagai pemilik informasi ini misalnya ketika kita sampaikan kepada oprang lain, mereka harus ada dalam posisi untuk mengontrol siapa
saja yang boleh mengakses informasi dari kita. Apakah hanya untuk mereka berdua atau bisa
diakses oleh orang lain. Sederhananya ada rahasia dan ada yang tidak
dirahasiakan.
Inilah yang disebut batasan, yaitu merujuk
pada hak-hak dan keistimewaan yang diberikan kepada pemilik pendamping dari
sebuah informasi privat. Misalnya, jika
teman anda mengatakan kepada anda mengenai sebuah informasi privat, apakah
anda boleh membaginya dengan orang lain? Jika teman mengatakan boleh, maka
batasannya jelas dan tidak ambigu.
Daftar Pustaka
-
Materi mata kuliah Komunikasi Antar Budaya dan
Siber
-
Materi mata kuliah Teori Komunikasi Digital
-
Buku Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar Prof. Deddy Mulyana,
M.A., Ph.D. cetakan 2017
silakan di baca dan sarannya sangat diharapkan
ReplyDeletePost a Comment