"Dia mendengar Nabi saw. bersabda di saat beliau keluar dari majid, sedangkan para lelaki dan wanita berikhtilath (bercampur baur) di jalan. Maka Nabi saw. bersabda, 'Minggirlah kamu, karena sesungguhnya kamu tidak berhak berjalan di tengah jalan, kamu wajib berjalan di pinggir jalan.' Maka para wanita itu merapat di tembok/dinding sampai baju mereka terkait di tembok karena saking rapatnya." (Riwayat Abu Daud)
Hadits tersebut menjelaskan bahwa Nabi saw. memerintahkan para wanita untuk berjalan di pinggir agar tidak terjadi ikhtilath.
Kriteria
Bercampurnya antara laki-laki dan wanita ada tiga kriteria :
1. Antara mahram, hukumnya boleh.
2. Ikhtilath bukan mahram untuk tujuan maksiat, hukumnya jelas haram.
3. Ikhtilath bukan mahram di tempat-tempat ramai; majelis ilmu (kelas), toko, pasar, dan lainnya. Walaupun dibolehkan, tapi akan lebih baik apabila bisa dihindari dan diminimalisir. Karena dari ikhtilath yang seringkali dianggap 'biasa' ini akan dapat menimbulkan interaksi yang tidak lazim (berlebihan) dengan bukan mahram, tidak menjaga pandangan, dan melemahkan iman. Mencegah kerusakan (iman) lebih baik daripada mengobati!
Hukum Ikhtilath
Dari hadits di atas Rasulullah telah memerintahkan kepada para wanita untuk berjalan di pinggir agar tidak terjadi ikhtilath.
Rasululllah saw. Jjuga mengatakan,
"Sesungguhnya jika seseorang laki-laki berdesakan dengan seekor babi yang berlumuran tanah dan lumpur lebih baik baginya daripada berdesakan dengan pundak wanita yang tidak halal baginya." (H.R. ath-Thabrani)
Pun dengan sabdanya yang lain,
"Sesungguhnya jika kepala salah satu dari kalian ditusuk dengan besi lebih baik ketimbang menyentuh wanita yang tidak halal baginya." (H.R. ath-Thabrani)
Dari hadits-hadits tersebut menunjukkan larangan (keharaman) ikhtilath. Bukankah dalam al-Qur'an Allah swt. telah mengatakan memerintahkan untuk menahan pandangan kepada yang bukan mahram (Q.S. An-Nuur : 30)? Memandang lawan jenis yang bukan mahram saja dilarang apalagi dengan menyentuh atau bercampur-baur (berdesakan) dengan mereka? Tentu lebih dilarang lagi. Termasuk dalam hal ini khalwat (berdua-duaan) yang lebih 'berpotensi' untuk kemaksiatan.
Yang Dibolehkan
Berikut merupakan keadaan yang membolehkan seseorang untuk ikhtilath. Namun perlu dicatat bahwa ikhtilath ini hanya bersifat boleh. Yang berarti tindakan tersebut tidak harus dilakukan atau tidak lebih disukai untuk dikerjakan. Dan perlu diingat pula ikhtilat ini dilakukan dalam rangka kebaikan dan memperoleh manfaat.
Namun apabila dengan ikhtilath yang dilakukan dapat menimbulkan kerusakan dan fitnah, maka tidak boleh dilakukan. Karena sesuai dengan kaidah ushul fiqh yang populer mengatakan : Mencegah kerusakan lebih dikedepankan daripada mendatangkan kebaikan/manfaat.
Berikut keadaan-keadaan yang membolehkan ikhtilath :
1. Wanita mendatangi ahli ilmu untuk bertanya mengenai hukum syariat.
2. Wanita yang shalat (menjadi makmum) di belakang laki-laki dengan shaf tersendiri.
3. Dua pria shalih atau lebih menemui seorang wanita untuk hajat tertentu. Di dalam sebuah riwayat disebutkan orang-orang Bani Hasyim menemuai Asma binti 'Umais (istri Abu bakar). Kemudian Abu Bakar masuk ke rumah, maka Abu Bakar tidak menyukainya dan mengadu kepada Rasulullah . Maka Rasulullah bersabda,
"Setelah hariku ini janganlah sekalli-kali seorang pria menemui seorang wanita yang ditinggal pergi suaminya kecuali bersamanya ada seorang atau da orang laki-laki." (H.R. Muslim)
4. Seorang pria berdiri bersama seorang wanita di jalan yang biasa dilewati orang banyak untuk menunaikan suatu keperluan (yang sangat perlu!).
5. Wanita/pria yang mengucapkan salam.
Itulah kondisi-kondisi yang bisa dikategorikan bukan ikhtilath. Namun seperti yang diterangkan sebelumnya apabila hal-hal tersebut dilakukan sehingga menimbulkan kerusakan dan fitnah maka tidak boleh dilakukan.
Semoga bermanfaat!
copas : http://rabbanisnotes.blogspot.com
Post a Comment